penggolongan perjanjian internasional menurut fungsinya

untukpertanyaan itu: Penggolongan perjanjian internasional menurut fungsinya - studylotid.com Menurutfungsinya Perjanjian internasional dikelompokkan menjadi 2, yakni perjanjian yang membentuk hukum dan perjanjian yang bersifat khusus. Perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties) adalah sebuah perjanjian yang meletakkan kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Fungsiperjanjian internasional yaitu sebagai berikut : Sebuah negara akan memperoleh pengakuan umum dari anggota masyarakat bangsa-bangsa Perjanjian tersebut akan menjadi sebuah sumber hukum internasional Sebagai sarana untuk mengembangkan sebuah kerjasama internasional dan membangun kedamaian antar bangsa Perjanjianinternasional sebagai sumber formal hukum internasional dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1. Berdasarkan Isinya Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian. Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan. Segi hukum Segi batas wilayah Segi kesehatan. Contoh : NATO, ANZUS, dan SEATO CGI, IMF, dan IBRD Menurutsifat pelaksanaannya perjanjian internasional dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: Perjanjian yang menentukan "dispositive treaties" yaitu perjanjian yang maksud dan tujuannya dianggap sudah tercapai sesuai isi perjanjian itu. Perjanjian yang dilaksanakan "executory treaties" yaitu perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekali Er Flirtet Ständig Mit Anderen Frauen. Perjanjian Internasional merupakan sebuah kesepakatan yang dibuat oleh suatu negara dengan negara lain atau beberapa negara yang disahkan secara tertulis dan ditandatangani oleh pihak yang terlibat. Perjanjian Internasional biasanya akan menghasilkan suatu hukum yang harus dipatuhi oleh pihak-pihak terkait yang telah menyetujui isi dari perjanjian tersebut. Nah, untuk penjelasan lebih detail tentang perjanjian internasional, silahkan baca artikel di bawah ini sampai habis! Pengertian perjanjian InternasionalSecara UmumMenurut Para Ahli1. Oppenheimer – Lauterpacht2. B. Schwarzenberger3. Dr. Muchtar Kusumaatmadja, LLMMenurut UU dan Konvensi1. Konvensi Wina 19692. Konvensi Wina 19863. UU no 37 tahun 1999 tentang hubungan luar negeri4. UU no 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasionalLatar BelakangJenis Perjanjian Internasional1. Berdasarkan isinya2. Berdasarkan proses/tahapan pembuatannya3. Berdasarkan subjeknya4. Berdasarkan pihak yang terlibat5. Berdasarkan fungsinyaFungsi dan ManfaatTahapan-tahapan1. Perundingan, adopsi, otentikasi2. Penandatanganan, ratifikasi, dan aksesi3. Pengakhiran, penangguhan, dan penarikan4. Suksesi perjanjian5. Ketidakabsahan6. penyimpanan, pendaftaran dan publikasiPerjanjian Internasional dalam Hukum NasionalContoh Perjanjian Internasional Indonesia dengan Amerika1. Bidang Perdagangan2. Bidang Finansial3. Bidang Investasi Sejauh ini, pengertian tentang perjanjian Internasional masih dijelaskan dengan sudut pandang yang berbeda oleh para ahli, meskipun demikian secara umum memiliki arti dan maksud yang sama. Berikut adalah beberapa ulasan pengertian perjanjian Internasional yang berhasil kami rangkum. Secara Umum Perjanjian Internasional merupakan hubungan kesepakatan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia, atau lembaga Internasional lainnya yang diresmikan secara hukum Internasional dan wajib dipatuhi pihak yang terlibat sesuai dengan isi yang telah disepakati. Menurut Para Ahli 1. Oppenheimer – Lauterpacht Perjanjian Internasional merupakan suatu persetujuan antar negara yang mana diantara pihak-pihak yang mengadakan akan menimbulkan hak dan kewajiban. 2. B. Schwarzenberger Schwarzenberger mengemukakan bahwa perjanjian Internasional merupakan persetujuan yang menimbulkan kewajiban-kewajiban dalam hukum Internasional yang mengikat dan terjadi antara subjek hukum Internasional yaitu negara-negara atau lembaga-lembaga Internasional. Perjanjian tersebut bisa berupa hubungan bilateral maupun multilateral. 3. Dr. Muchtar Kusumaatmadja, LLM Mukhtar menyatakan bahwa perjanjian Internasional merupakan perjanjian yang memiliki tujuan untuk menciptakan akibat-akibat tertentu yang dilakukan antar bangsa. Menurut UU dan Konvensi 1. Konvensi Wina 1969 Perjanjian Internasional berdasarkan konferensi Wina tahun 1969 merupakan perjanjian yang bertujuan untuk mengadakan akibat hukum tertentu yang dilakukan oleh dua negara atau lebih. 2. Konvensi Wina 1986 Konvensi Wina tahun 1986 menjelaskan bahwa perjanjian Internasional merupakan persetujuan Internasional yang dalam hukum Internasional diatur dan ditandatangai secara tertulis oleh antar negara atau lebih, antar organisasi Internasional, atau antar satu atau lebih organisasi Internasional. 3. UU no 37 tahun 1999 tentang hubungan luar negeri Perjanjian yang memiliki sebutan atau bentuk apapun dan diatur dalam hukum Internasional dan secara tertulis dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain baik satu atau lebih, organisasi Internasional, atau subjek hukum Internasional lainnya, yang dapat menimbulkan kewajiban dan hak yang bersifat hukum publik terhadap pemerintah Republik Indonesia. 4. UU no 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional Merupakan perjanjian yang diatur dalam hukum Internasional baik dalam bentuk dan nama apapun yang dibuat secara tertulis dan menimbulkan kewajiban dan hak di bidang hukum publik. Latar Belakang Perjanjian Internasional sebenarnya telah telah ada sejak ribuan tahun lalu yang dibuktikan dengan penemuan prasasti berisi perjanjian perbatasan wilayah yang dilakukan oleh penguasa Umma dan Lagash di Sumeria kuno pada kisaran tahun 2100 SM. Menyusul kemudian perjanjian Kadesh yang disepakati oleh Raja Het Hattusilli III dan Raja Firaun Ramses II sebagai bentuk penyalesaian perang antara keduanya. Perjanjian Internasional pada masa peradaban kuno masih mencakup tentang budaya dan wilayah geografis saja dan belum ada konsep organisasi dan hukum internasional seperti yang ada pada masa modern. Seiring waktu, hubungan antar negara terus mengalami perkembangan-perkembangan dan pada tahun 1625, Hugo Grotius, seorang pakar hukum Amerika menjelaskan tentang teori traktat yang diatur berdasarkan keadilan, namun pada masa itu perjanjian Internasional yang berlaku belum menerapkan aturan dasar yang harus dipatuhi semua negara. Pembahasan tentang traktat semakin gencar dilakukan pasca perang dunia I secara tertulis hingga ribuan perjanjian yang didaftarkan ke sekretariat Liga Bangsa-Bangsa. Lagi-lagi di masa ini perjanjian internasional belum sempurna karena masih terdapat penjelasan yang masih rumpang dan belum memberikan sumbangsih yang berarti kepada perkembangan hukum Internasional. Pada tahun 1969, diadakan lah konvensi Wina yang membahas rancangan perjanjian Internasional yang dilakukan oleh badan khusus yang dibentuk oleh PBB yaitu Komisi Hukum Internasional. Setelah penetapan hasil rumusan konvensi Wina 1969 ini lah perjanjian Internasional kemudian menemui titik terang dan akhirnya diberlakukan hingga sekarang. Jenis Perjanjian Internasional Perjanjian Internasional memiliki jenis yang sangat banyak yang disesuaikan dengan beberapa hal, lebih jelasnya mari kita bahas perjanjian Internasional yang telah diklasifikasikan sebagai berikut 1. Berdasarkan isinya Berdasarkan isinya, perjanjian Internasional dibagi lagi menjadi beberapa yaitu a. Perjanjian yang berisi tentang ekonomi b. Perjanjian yang berisi tentang politik c. Perjanjian yang berisi tentang kesehatan d. Perjanjian yang berisi tentang batas wilayah e. Perjanjian yang berisi tentang hukum Contoh perjanjian Internasional berdasarkan isinya adalah SEATO, ANZUS, NATO, IMF, IBRD, dan CGI. 2. Berdasarkan proses/tahapan pembuatannya Proses atau tahapan pembuatan perjanjian Internasional dibagi menjadi dua jenis yaitu bersifat penting dan bersifat sederhana. Perjanjian yang bersifat penting akan melalui tahapan yang lebih panjang dibanding perjanjian sederhana, yaitu proses perundingan, proses penandatanganan, dan proses ratifikasi. Sedangkan perjanjian yang bersifat sederhana hanya melalui dua tahapan yaitu perundingan dan penandatanganan. Contoh jenis perjanjian Internasional berdasarkan tahapan pembuatannya adalah perjanjian masalah wabah AIDS yang mencakup penanggulangan dan karantina, serta perjanjian masalah batas negara, baik laut maupun teritorial lautan. 3. Berdasarkan subjeknya Perjanjian Internasional juga diklasifikasikan berdasarkan subjek atau pihak yang melakukan perjanjian, di antaranya adalah a. Perjanjian yang dilakukan antara satu negara dengan negara lain baik satu maupun lebih, di mana negara tersebut merupakan subjek hukum internasional. b. Perjanjian yang dilakukan oleh suatu negara dengan subjek hukum Internasional yang dapat berupa organisasi Internasional dll. c. Perjanjian yang dilakukan oleh satu subjek hukum Internasional dengan yang lainnya kecuali negara, dapat berupa antar organisasi Internasional. Contoh perjanjian Internasional berdasarkan subjeknya adalah kerjasama antara MEE dengan ASEAN. 4. Berdasarkan pihak yang terlibat Perjanjian Internasional berdasarkan pihak yang terlibat dibagi menjadi dua yaitu bilateral dan multilateral dengan penjelasan sebagai berikut a. Perjanjian bilateral yaitu perjanjian yang melibatkan dua pihak atau dua negara yang sifatnya khusus yaitu berisi hal yang hanya menyangkut kepentingan kedua pihak yang terlibat. Perjanjian bilateral merupakan perjanjian yang bersifat tertutup, karena selain pihak yang bersangkutan, pihak lain atau pihak ketiga tidak akan dibiarkan ikut campur di dalamnya. b. Perjanjian multilateral atau Law Making Treaties yaitu perjanjian yang melibatkan banyak pihak dan bersifat terbuka karena mengatur hal-hal yang tidak hanya menyangkut pihak yang terlibat saja tapi kepentingan umum sehingga memungkinkan pihak lain untuk ikut serta di dalamnya. Contoh perjanjian Internasional berdasarkan pihak yang terlibat adalah konvensi Wina 1961, konvensi hukum laut 1958, konvensi Jenewa 1949, dan perjanjian antara Indonesia dan Filipina yang berisi pemberantasan bajak laut. 5. Berdasarkan fungsinya Berdasarkan fungsinya, jenis perjanjian Internasional dibagi menjadi dua yaitu perjanjian yang menimbulkan suatu hukum dan perjanjian khusus, dengan penjelasan sebagai berikut a. Perjanjian yang membentuk hukum Law making treaties yaitu perjanjian yang bersifat multilateral karena perjanjian tersebut membentuk sebuah hukum dan meletakkan kaidah serta ketentuan hukum untuk masyarakat Internasional. b. Perjanjian khusus Treaty contract merupakan perjanjian yang bersifat khusus karena hanya menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak yang terkait atau yang mengadakan perjanjian, treaty contract biasanya berupa perjanjian bilateral antar negara. Contoh perjanjian berdasarkan fungsinya adalah perjanjian antara Indonesia dengan Republik Rakyat China tentang dwikewarganegaraan, dimana isi perjanjian tersebut hanya mengikat antara kedua pihak. Fungsi dan Manfaat Secara umum, fungsi perjanjian Internasional adalah untuk menjalin kerjasama yang menghasilkan hak dan kewajiban bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan dalam konteks perjanjian multilateral fungsinya adalah membuat ketentuan hukum yang berlaku bagi warga Internasional. Fungsi dan manfaat perjanjian Internasional lainnya adalah untuk mempermudah komunikasi dan transaksi antara satu negara dengan negara lain serta menjadi sarana untuk menjalankan kerjasama Internasional secara damai dengan adanya sumber hukum Internasional. Tahapan-tahapan 1. Perundingan, adopsi, otentikasi Perundingan merupakan sebuah proses awal untuk melakukan sebuah perjanjian Internasional, dimana negara atau pihak yang terlibat akan mengirimkan utusan baik satu atau beberapa orang dengan surat kuasa penuh untuk mewakili dalam proses perundingan, adopsi naskah dan otentikasi. Beberapa negara terkadang memberikan surat kuasa yang bersifat permanen kepada perwakilan untuk mewakili menyampaikan kehendak negara tersebut dalam setiap perundingan agar tidak selalu mengeluarkan surat kuasa setiap melakukan perjanjian. Namun ada delegasi negara yang tidak membutuhkan surat kuasa dalam mewakili negaranya dalam perundingan yaitu menteri luar negeri, kepala pemerintahan, dan kepala negara. Setelah selesai melakukan proses perundingan, adopsi naskah akan dilakukan oleh negara yang terlibat dalam perundingan kecuali jika pihak yang terlibat tersebut berkehendak lain sesuai yang diatur dalam konvensi Wina 1969 pasal 9. Pasal tersebut juga menyebutkan bahwa dibutuhkan dua per tiga persetujuan dari negara yang hadir untuk melakukan adopsi naskah dalam suatu konferensi Internasional, kecuali negara-negara yang terlibat memutuskan kehendak yang lain. Prosedur selanjutnya yang juga diatur dalam konvensi Wina 1969 yaitu prosedur otentikasi dokumen dimana negara-negara yang terlibat dalam perjanjian dapat menentukan prosedur tersebut dengan cara masing-masing. Selain itu, konvensi Wina 1969 juga mengakui prosedur otentikasi tradisional yang dilakukan dengan cara initialling yaitu dimana perwakilan setiap negara yang menjadi perunding utama menuliskan inisial namanya di bawah setiap halaman naskah perjanjian. Prosedur tradisional juga dapat melalui proses penandatanganan ad referendum yang mana perjanjian akan dianggap sah setelah melewati proses penandatangan yang telah dikonfirmasi. 2. Penandatanganan, ratifikasi, dan aksesi Dalam melakukan perjanjian, suatu negara atau subjek hukum Internasional harus menempuh beberapa cara sebagai itikad bahwa mereka bersedia terikat dalam perjanjian, beberapa cara yang dilakukan adalah penandatangan signature , pengesahan ratifikasi, penyetujuan approval atau penerimaan acceptance, aksesi dan beberapa cara lainnya dengan persetujuan pihak yang terlibat. Biasanya, sebelum melakukan perjanjian Internasional, pihak-pihak yang terlibat akan menentukan prosedur yang akan dilakukan dalam proses perjanjian. Pada konvensi Wina pasal 12 menyatakan bahwa penggunaan prosedur penandatanganan bisa saja dilakukan negara-negara yang terlibat menyetujuinya dan telah diatur dalam traktat. Agar lebih jelas mari kita lihat kasus yang pernah terjadi antara Irak dan Kuwait di mana mereka melakukan perjanjian tentang perbatasan pada tahun 1963, namun pada tahun 1990, Irak menganggap bahwa perjanjian tersebut belum sah dan tidak berlaku karena mereka hanya sekadar menandatangani perjanjian tersebut. Namun, Dewan Keamanan PBB dengan tegas mengatakan bahwa perjanjian tersebut telah terdaftar di PBB dan tidak memerlukan prosedur ratifikasi setelah proses penandatanganan. Selanjutnya adalah prosedur pertukaran dokumen berupa nota diplomat yang dilakukan masing-masing pihak sesuai yang diatur oleh konvensi Wina 1969 pasal 13, traktat yang telah ditukar akan dianggap sah ketika pihak yang bersangkutan telah menyelesaikan prosedur konstitusionalnya dan memberitahukan kepada pihak ketiga. Prosedur tersebut hampir mirip dengan proses ratifikasi yang dalam konvensi Wina 1969 didefinisikan sebagai tindakan negara yang telah menyetujui untuk terikat dalam sebuah perjanjian atau traktat dalam taraf Internasional. Selanjutnya, pasal 14 2 dalam konvensi Wina 1969 menyebutkan bahwa prosedur penyetujuan dan penerimaan hampir mirip dengan ratifikasi dari segi syaratnya. Sementara itu untuk prosedur aksesi, beberapa perjanjian multilateral mungkin membutuhkannya, sebagai contoh adalah perjanjian yang telah melewati tenggat waktu sehingga tidak dapat ditandatangani. Namun prosedur tersebut hanya bisa dilakukan jika pihak yang terlibat dalam perjanjian menyetujuinya dan perjanjiannya memungkinkan untuk dilakukan aksesi. 3. Pengakhiran, penangguhan, dan penarikan Pengakhiran perjanjian termination merupakan istilah yang digunakan apabila salah satu pihak dalam perjanjian bilateral memutuskan untuk mengakhiri keterlibatan dalam perjanjian, sedangkan penarikan withdrawal digunakan dalam perjanjian multilateral yang mana salah satu pihak tidak bersedia mengakhiri perjanjian. Beberapa faktor yang menyebabkan suatu perjanjian berakhir, ditarik atau ditangguhkan adalah adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam perjanjian, salah satu pihak yang memutuskan perjanjian, tujuan perjanjian yang telah tercapai, dan lain sebagainya. 4. Suksesi perjanjian Suksesi perjanjian merupakan kondisi dimana suatu negara atau pihak yang terlibat dalam perjanjian Internasional mengalami perubahan kedaulatan baik karena pembubaran negara maupun pergantian pemerintahan. Dalam kasus tersebut negara yang baru terbentuk akan mewarisi dan terikat dalam perjanjian yang telah melalui proses ratifikasi oleh negara sebelumnya, namun dalam keadaan tertentu pewarisan perjanjian tersebut tidak harus diberlakukan kepada negara baru yang bersangkutan. 5. Ketidakabsahan Akibat hal-hal tertentu, perjanjian Internasional juga dapat mengalami ketidakabsahan, sebagai contoh jika di dalam perjanjian tersebut terdapat kekeliruan atau salah satu pihak melakukan kecurangan atau memaksa pihak lain dalam pembentukan perjanjian. Perjanjian yang dianggap tidak absah karena hal-hal tersebut secara otomatis batal, terutama jika isi di dalamnya melanggar norma atau hukum Internasional seperti yang disebutkan dalam konvensi Wina 1969 pasal 52 dan pasal 64. 6. penyimpanan, pendaftaran dan publikasi Setelah semua proses perjanjian selesai dilakukan, hal terpenting selanjutnya adalah proses penyimpanan dokumen perjanjian yang mana terdapat perbedaan antara perjanjian bilateral dan perjanjian multilateral. Dalam perjanjian bilateral biasanya kedua pihak sama-sama menyimpan dokumen asli yang telah ditandatangani, kecuali jika mereka sepakat untuk hanya membuat satu dokumen yang disimpan oleh salah satu pihak atau meminta pihak ketiga untuk menyimpannya. Sementara itu dalam perjanjian multilateral, salah satu pihak atau negara akan ditunjuk untuk menyimpan dokumen perjanjian yang telah ditandatangani, selain itu pihak yang ditunjuk terkadang juga merupakan staf administrasi dari organisasi yang mengadakan perjanjian atau organisasi Internasional. Dalam piagam PBB pasal 102 1 dan konvensi Wina 1969 pasal 80 mewajibkan kepada negara anggota untuk mendaftarkan perjanjian yang telah dilakukan kepada sekretariat PBB untuk kemudian diterbitkan, hal tersebut bertujuan untuk meminimalisir adanya perjanjian terselubung yang sering terjadi saat masa perang. Perjanjian Internasional dalam Hukum Nasional Status perjanjian Internasional dalam hukum nasional Republik Indonesia masih menghadapi ketidakjelasan karena baik hukum, praktik, dan doktrin Indonesia mengenai hal tersebut masih belum mengalami perkembangan sehingga sering menimbulkan masalah praktis. Hal tersebut terjadi karena sistem hukum Indonesia yang masih belum memiliki hukum dan doktrin yang terkait dengan perjanjian Internasional. Contoh Perjanjian Internasional Indonesia dengan Amerika Indonesia telah banyak menjalin kerjasama dan perjanjian Internasional dengan negara-negara lain di dunia dalam berbagai bidang, salah satunya adalah Amerika. Berikut adalah perjanjian yang dibuat Indonesia dengan Amerika Serikat 1. Bidang Perdagangan a. Exchange of notes about agreement on 5 November 1960 pertukaran nota mengenai persetujuan tanggal 5 November 1960 b. Persetujuan komoditas pertanian antara Republik Indonesia dengan pemerintah Amerika dengan judul-1 pengembangan perdagangan pertanian dan undang-undang bantuan tahun 1954 sebagaimana yang telah diamandemen 5 November 1969 2. Bidang Finansial a. Perjanjian pinjaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Amerika Serikat dengan AID pinjaman No 497- N-01 4 b. Pertukaran nota antara Pemerintah Republik Indonesia 23 Maret 1961 dan Pemerintah Amerika Serikat 31 Maret 1961 mengenai personil yang bertugas di luar negeri. 3. Bidang Investasi a. Pertukaran nota antara pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat tentang investasi di Indonesia yang diadakan di Jakarta pada tanggal 7 Januari 1967 Demikian adalah ulasan tentang perjanjian Internasional yang telah kami rangkum, semoga bermanfaat dan dapat menjadi referensi bagi teman-teman yang ingin mempelajari seluk beluk perjanjian Internasional. Daftar Lengkap Isi Artikel Perjanjian InternasionalPENGERTIAN PERJANJIAN INTERNASIONALPERJANJIAN INTERNASIONALFUNGSI PERJANJIAN INTERNASIONALProsedur normal klasikPenjajakanASAS PERJANJIAN INTERNASIONALResecent PostsSebarkan iniPosting terkait PENGERTIAN PERJANJIAN INTERNASIONAL perjanjian internasional menurut fungsinya – Para ahli memberikan uraian yang beragam tentang definisi perjanjian internasional, berikut penjabarannya. Menurut Mochtar Kusumaatmadja Perjanjian internasional merupakan perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk menghasilkan hukum tertentu atas dasar perjanjian yang disepakati pihak-pihak terlibat. Dalam definisi tersebut, subjek-subjek hukum internasional yang mengadakan perjanjian adalah anggota masyarakat bangsa-bangsa, termasuk pula lembaga-lembaga internasional dan negara-negara. Menurut G. Schwarzenberger Perjanjian internasional merupakan persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. Subjek-subjek hukum dalam hal ini berupa lembaga-lembaga internasional dan juga negara-negara. Menurut Oppenheim Perjanjian internasional merupakan suatu persetujuan antarnegara, yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak. Michel Virally Sebuah perjanjian merupakan perjanjian internasional bila melibatkan dua atau lebih negara atau subjek internasional dan diatur oleh hukum internasional. Menurut B. Sen Unsur-unsur pokok dari perjanjian internasional adalah a perjanjian adalah sebuah kesepakatan; b kesepakatan tersebut terjadi antarnegara termasuk organisasi internasional; dan c setiap kesepakatan memiliki tujuan menciptakan hak dan kewajiban di antara para pihak yang berlaku di dalam suasana hukum nasional. Dari beberapa pengertian yang disampaikan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Nasionalmerupakan kesepakatan antara dua atau lebih subjek hukum internasional lembaga internasional, negara, yang menurut hukum internasional menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kesepakatan. PERJANJIAN INTERNASIONAL Perjanjian internasional sering pula disebutkan dengan istilah-istilah tertentu. Istilah-istilah yang umum digunakan adalah sebagai berikut. Traktat treaty Traktat merupakan suatu perjanjian antara dua negara atau lebih untuk mencapai hubungan hukum mengenai kepentingan hukum yang sama. Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang mengikat dan mutlak serta harus diratifikasi disahkan. Istilah traktat umumnya digunakan pada perjanjian internasional yang bersifat politis. Contohnya adalah Treaty Contract mengenai penyelesaian masalah dwi kewarganegaraan tahun 1955 antara Indonesia dengan RRC. Agreement Agreement merupakan suatu perjanjian antara dua negara atau lebih, yang mempunyai dampak hukum seperti pada traktat. Agreementlebih bersifat eksekutif, non politis, dan tidak secara mutlak harus diratifikasi sehingga tidak perlu diundangkan dan disahkan oleh kepala negara. Walaupun terdapat juga agreement yang dilakukan oleh kepala negara, tetapi penandatanganan dilakukan oleh wakil-wakil departemen dan tidak perlu ratifikasi. Contohnya adalah aggrement tentang ekspor impor komoditas tertentu. Konvensi Konvensi merupakan suatu perjanjian persetujuan yang umum digunakan pada perjanjian multilateral. Ketentuan-ketentuan di dalamnya berlaku untuk masyarakat internasional secara keseluruhan. Contohnya adalah Hukum laut Internasional tahun 1982 di Montego-Jamaica. Protokol Protokol merupakan suatu perjanjian persetujuan yang kurang resmi dibandingkan dengan traktat dan konvensi. Protokol hanya mengatur tentang masalah-masalah tambahan, seperti persyaratan perjanjian tertentu. Umumnya protokol tidak dilaksanakan oleh kepala negara. Contohnya adalah Protokol Den Haag tahun 1930 tentang perselisihan penafsiran undang-undang nasionalitas mengenai wilayah perwalian, dan lain-lain. Piagam statuta Piagam statuta merupakan himpunan peraturan yang ditetapkan sebagai pesetujuan internasional, baik mengenai lapangan-lapangan kerja internasional ataupun tentang anggaran dasar suatu lembaga. Contoh piagam adalah Statuta of The International Court of Justice tahun 1945. Piagam terkadang juga digunakan sebagai alat tambahan/lampiran pada konvensi. Contoh piagam untuk konvensi adalah Piagam Kebebasan Transit yang dilengkapi untuk Convention of Barcelona tahun 1921. Charter Charter merupakan piagam yang digunakan untuk membentuk badan tertentu. Contohnya adalah The Charter of The United Nation tahun 1945 dan Atlantic Charter tahun 1941. Deklarasi declaration Deklarasi merupakan suatu perjanjian yang bertujuan untuk memperjelas atau menyatakan adanya hukum yang berlaku atau untuk menciptakan hukum baru. Contohnya adalah Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948. Covenant Covenant merupakan istilah yang digunakan Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920 yang bertujuan untuk menjamin terciptanya perdamaian dunia, meningkatkan kerjasama internasional, dan mencegah terjadinya peperangan. Ketentuan penutup final act Ketentuan penutup merupakan suatu dokumen yang mencatat ringkasan hasil konferensi. Pada ketentuan penutup ini disebutkan negara-negara peserta dan nama-nama utusan yang turut berunding tentang hal-hal yang disetujui dalam konferensi. Modus vivendi Modus vivendi merupakan suatu dokumen yang mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan ketentuan yang pasti. Modus vivendi juga tidak mensyaratkan ratifikasi. Umumnya modus vivendi digunakan untuk menandai adanya perjanjian yang baru dirintis. FUNGSI PERJANJIAN INTERNASIONAL Perjanjian internasional memiliki sejumlah fungsi. Diantara sejumlah fungsi-fungsi tersebut adalah berikut. Perjanjian internasional digunakan untuk mendapatkan pengakuan secara umum dari anggota masyarakat. Dapat menjadi sumber hukum intenasional. Dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan pengembangan kerjasama internasional secara damai. Mempermudah peluang transaksi dan komunikasi antaranegara. TAHAP ATAU PROSES TERBENTUKNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL Setipa negara mempunyai kemampuan untuk membentuk penjanjian internasional karena negara merupakan subjek hukum internasional. Para ahli telah menguraikan tahap-tahap tersebut. Tahapan ini juga terdapat dalam hukum positif di Indonesia. Menurut Pendapat Para Ahli Terdapat variasi pendapat oleh para ahli tentang tahap-tahap terbentuknya perjanjian internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmadja 1982, berdasarkan praktik di beberapa negara, pembentukan penjanjian internasional dibagi kepada dua cara, yaitu sebagai berikut. Perjanjian internasional dibentuk dari tiga tahap perundingan, penandatanganan, ratifikasi. Ada pula yang hanya melalui dua tahap perundingan dan penandatanganan. Cara pertama umumnya diadakan untuk hal-hal yang dianggap penting sehingga perlu adanya persetujuan dari DPR. Cara kedua dipakai untuk perjanjian yang tidak terlalu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat, contohnya perjanjian perdagangan yang berjangka pendek. Pendapat lainnya adalah dari Pierre Fraymond 1984 yang mana menurutnya ada dua prosedur pembuatan penjanjian internasional, yaitu sebagai berikut. Prosedur normal klasik Prosedur ini mengharuskan persetujuan dari parlemen. tahapannya melalui perundingan negotiation, penandatanganan signature, persetujuan parlemen the approval of parliament, dan ratifikasi ratification. Prosedur yang disederhanakan simplified Prosedur yang dimaksudkan tidak mensyaratkan persetujuan parlemen dan rafitikasi. Prosedur tersebut biasanya timbul karena pengaturan hubungan internasional memerlukan penyelesaian yang cepat. Menurut Hukum Positif Indonesia Dalam UUD 1945 Pasal 11 ayat 1 tertulis bahwa Presiden dengan persetujuan DPR membuat perjanjian dengan negara lain. Karena perjanjian menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang, pembuatan perjanjian internasional harus disertai persetujuan DPR. Aturan lainnya mengenai pembuatan perjanjian internasional terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun 2000. Di dalam Pasal 4 disebutkan bahwa pembuatan perjanjian internasional antara Pemerintah RI dengan negara lain dan organisasi internasional dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan dengan tujuan yang baik. Pemerintah RI juga berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memperhatikan baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku. Dalam undang-undang tersebut ditegaskan pula bahwa pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui sejumlah tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut. Penjajakan Tahap penjajakan ini merupakan awal dari sebuah perjanjian internasional . Pada tahap penjajakan ini, sejumlah pihak berunding mengenai kemungkinan akan dibuatkan suatu perjanjian internasional. Perundingan negotiation Pada tahap perundingan, dilakukan pembahasan mengenai isi perjanjian dan masalah-masalah teknis yang kelak disepakati. Perundingan bertujuan untuk bertukar pandang mengenai masalah-masalah politik, penyelesaian pertikaian, dan hal-hal lain yang menjadi keprihatinan bersama. Dalam perjanjian bilateral, perundingan dilaksanakan oleh kedua negara. Sementara itu, dalam perjanjian multirateral, perundingan dilaksanakan melalui sebuah konferensi khusus atau melalui sidang organisasi internasional. Dalam melaksanakan perundingan, masing-masing negara mengutus wakil-wakil resmi yang kompeten dari negaranya. Pemilihan wakil ditentukan oleh negara yang bersangkutan. Hukum internasional membuat ketentuan mengenai surat kuasa penuh full powers yang harus dimiliki oleh perwakilan negara dalam menghadiri perundingan perjanjian internasional. Perwakilan negara dipandang sah untuk bergabung apabila menunjukkan surat kuasa penuh ini. Namun, keharusan ini tidak berlaku bagi presiden atau menteri luar negeri. Mereka sudah dipandang sah mewakili negaranya karena jabatan yang disandang. Perumusan naskah perjanjian Pada tahap ini, rancangan perjanjian internasional dirumuskan. Penerimaan naskah perjanjian adoption of the text Penerimaan naskah perjanjian dilakukan untuk menyetujui garis-garis besar dari isi perjanjian, misalnya persetujuan tentang topik-topik atau bab-bab yang akan diatur dalam perjanjian. Penerimaan perjanjian menghasilkan kerangka perjanjian, akan tetapi belum menghasilkan isi yang rinci. Para peserta perundingan sudah saling ada keterikatan dan diperkenankan mengubah perjanjian yang telah ditetapkan. Penerimaan naskah perjanjian dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing negara. Penandatanganan signature Sesudah naskah perjanjian diterima, naskah tersebut ditandatangani. Penandatanganan menandakan legalisasi naskah perjanjian internasional yang telah disepakati. Namun, sifat perjanjian tersebut belum mengikat. Pengikatan diri negara peserta pada perjanjian baru terjadi sesudah dilakukan tahap pengesahan. Pengesahan naskah perjanjian authentication of the text Pengesahan merupakan perbuatan hukum yang bertujuan mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi ratification, aksesi accession, penerimaan acceptance, dan persetujuan approval. Ratifikasi merupakan pengesahan suatu perjanjian internasional oleh negara yang menandatangani perjanjian tersebut menurut konstitusi negara masing-masing. Melalui ratifikasi, suatu negara setuju untuk mengikatkan diri atau tunduk kepada isi perjanjian. Bagi suatu negara, ratifikasi diperlukan untuk mempertimbangkan lebih jauh apakah perjanjian internasional itu benar-benar diperlukan oleh negara, sebelum negara tersebut kelak terikat pada perjanjian yang telah dibuat. Bentuk pengesahan lainnya adalah aksesi. Aksesi tersebut berupa negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian. Bentuk pengesahan ketiga adalah penerimaan dan persetujuan, yaitu pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara peserta perjanjian terhadap perjanjian internasional. Namun, ada pula perjanjian-perjanjian internasional yang tidak memerlukan pengesahan dan secara otomatis berlaku setelah tahap penandatanganan. Di Indonesia, pengesahan perjanjian internasional oleh dilakukan melalui undang-undang atau keputusan presiden. Pengesahan akan dilakukan melalui undang-undang jika perjanjian internasional tersebut berhubungan dengan hal-hal berikut masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara kedaulatan negarakedaulatan negara hak asasi manusia dan lingkungan hidup pembentukan kaidah hukum baru pinjaman dan/atau hibah luar negeri Di luar hal-hal tersebut, pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui keputusan presiden. ASAS PERJANJIAN INTERNASIONAL Terdapat beberapa asas yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh subjek hukum yang mengadakan perjanjian internasional. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut. Pacta Sunt Servanda; bermakna setiap perjanjian yang sudah dibuat harus ditaati. Egality Rights; bermakna pihak yang saling mengadakan hubungan memiliki kedudukan yang sama. Reciprositas; bermakna tindakan suatu negara terhadap negara lain bisa dibalas setimpal. Bonafides; bermakna perjanjian yang dilakukan harus berlandaskan iktikad baik. Courtesy; bermakna asas saling menghormati dan juga saling menjaga kehormatan negara. Rebus sic Stantibus; bermakna dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian tersebut. PEMBATALAN DAN BERAKHIRNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL Pada Konvensi Wina tahun 1969, perjanjian internasional akan dinyatakan batal ketika Adanya pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional oleh salah satu negara peserta. Terdapat unsur kesalahan pada saat perjanjian tersebut dibuat. Terdapat unsur penipuan dari suatu negara peserta terhadap negara peserta yang lain pada saat pembentukan perjanjian. Adanya penyalahgunaan atau kecurangan corruption, baik melalui kelicikan maupun penyuapan. Terdapat unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut bisa dengan ancaman ataupun dengan penggunaan kekuatan. Bertentangan dengan aturan dasar hukum internasional. Mochtar Kusumatmadja menyebutkan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut Sudah tercapai tujuan perjanjian internasional. Masa berlaku perjanjian internasional telah habis. Salah satu dari pihak peserta perjanjian menghilang atau objek perjanjian punah. Terdapat persetujuan dari peserta untuk mengakhiri perjanjian. Terdapat perjanjian baru di antara para peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu. Syarat-syarat mengenai pengakhiran perjanjian yang sesuai dengan ketentuan perjanjian telah dipenuhi. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran tersebut diterima oleh pihak lain. Demikian ulasan dari Mengenai perjanjian internasional menurut fungsinya, Semoga Bermanfaat.. Refrensi Teknologi KLIKDISINI Resecent Posts Perjanjian Internasional Menurut Fungsinya Lengkap Observasi Adalah Pengertian Desentralisasi Prinsip Otonomi Daerah Teori Evolusi Menurut Para Ahli Lengkap Pengertian Aset Menurut Para Ahli Contoh Sikap Cinta Tanah Air Arti, Manfaat, Cara Menumbuhkan Tugas Dan Wewenang DPR Serta Dasar Hukumnya Pengertian Etnosentrisme Menurut Para Ahli Pengertian Sosial Menurut Para Ahli Dan Tahunnya Regional Adalah Bilateral Adalah Pembagian Kekuasaan Di Indonesia Contoh Soal Dan Penyelesaian Lensa Lengkap Soal Pecahan Kelas 5 Pengertian, Fungsi, Istilah, Penggolongan, Jenis dan Tahapan Perjanjian Internasional Terlengkap – Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara ataupun organisasi internasional. Prof Kusumaatmadja Menurut Prof Kusumaatmadja, Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu. Oppenheimer-Lauterpacht Menurut Oppenheimer-Lauterpacht, Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang mengadakannya. G. Schwarzenberger Menurut G. Schwarzenberger, Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional. Konferensi Wina 1969 Menurut Konferensi Wina, Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu. Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional Menurut Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional, Perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara yang bersangkutan. Oppenheim Menurut Oppenheim, Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak. Michel Virally Menurut Michel Virally, Sebuah perjanjian merupakan perjanjian internasional bila melibatkan dua atau lebih negara atau subjek internasional dan diatur oleh hukum internasional. UU Tahun 2004 Menurut UU tahun 2004, Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis dan menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum. Adapun fungsi perjanjian internasional yaitu Untuk mendapatkan pengakuan secara umum dari anggota masyarakat. Dapat menjadi sumber hukum intenasional. Dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan pengembangan kerjasama internasional secara damai. Mempermudah peluang transaksi dan komunikasi antaranegara. Istilah Dalam Perjanjian Internasional Berikut ini istilah-istiulah yang umum digunakan dalam perjanjian internasional, diantaranya yaitu Traktat treaty Traktat adalah suatu perjanjian yang dilakukan dua negara atau lebih untuk mencapai hubungan hukum mengenai kepentingan hukum yang sama. Istilah traktat ini umumnya digunakan dalam perjanjian internasional yang bersifat politis dengan tiap pihak yang bersangkutan memiliki hak dan kewajiban yang mengikat dan mutlak serta harus diratifikasi atau disahkan. Agreement Agreement adalah perjanjian antara dua negara atau lebih yang memiliki dampak hukum seperti traktat. Agreement bersifat lebih bersifat eksekutif, non politis, dan tidak secara mutlak harus diratifikasi sehingga tidak perlu diundangkan dan disahkan kepala negara. Meskipun agreement dilakukan oleh kepala negara, namun penandatanganannya ada juga yang dilakukan oleh wakil departemen dan tidak perlu ratifikasi. Konvensi Konvensi adalah perjanjian persetujuan yang umum digunakan pada perjanjian multilateral. Dimana ketentuan yang di dalamnya berlaku untuk masyarakat internasional secara keseluruhan. Protokol Protokol adalah perjanjian persetujuan yang kurang resmi dibandingkan dengan traktat dan konvensi. Protokol hanya mengatur tentang masalah tambahan, seperti persyaratan perjanjian tertentu dan umumnya protokol tidak dilaksanakan oleh kepala negara. Piagam statuta Piagam statuta adalah himpunan peraturan yang ditetapkan sebagai pesetujuan internasional, baik tentang lapangan kerja internasional maupun anggaran dasar suatu lembaga. Terkadang piagam juga digunakan sebagai alat tambahan/lampiran pada konvensi. Charter Charter adalah piagam yang digunakan untuk membentuk badan tertentu. Deklarasi declaration Deklarasi adalah suatu perjanjian yang bertujuan untuk memperjelas atau menyatakan adanya hukum yang berlaku atau untuk menciptakan hukum baru. Covenant Covenant adalah istilah yang digunakan Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920 yang bertujuan menjamin terciptanya perdamaian dunia, meningkatkan kerjasama internasional dan mencegah terjadinya peperangan. Ketentuan penutup final act Ketentuan penutup adalah suatu dokumen yang mencatat ringkasan hasil konferensi. Pada ketentuan penutup ini disebutkan negara peserta dan nama utusan yang ikut serta dalam perundingan mengenai hal yang disetujui dalam konferensi. Modus vivendi Modus vivendi adalah suatu dokumen yang mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara, hingga berhasil diwujudkan ketentuan yang pasti. Modus vivendi tidak mensyaratkan ratifikasi atau disahkan. Umumnya, modus vivendi ini digunakan untuk menandai adanya perjanjian yang baru dirintis. Penggolongan Perjanjian Internasional Adapun penggolongan atau klasifikasi perjanjian internasional, diantaranya yaitu Berdasarkan Subjeknya Perjanjian yang disepakati banyak negara merupakan subjek hukum Internasional Perjanjian antar banyak negara dan subjek hukum internasional lainnya Perjanjian antar subjek hukum internasional selain negara, contohnya antar organisasi internasional Berdasarkan Isinya Perjanjian dari Segi Politis seperti pakta pertahanan dan kedamaian Perjanjian dari Segi Ekonomi seperti bantuan keamanan Perjanjian dari Segi Batas Wilayah seperti Laut teritorial Perjanjian dari Segi Hukum seperti status kewarganegaraan Perjanjian dari Segi Kesehatan, seperti penanggulangan wabah penyakit Berdasarkan Proses/Tahapan Pembentukannya Perjanjian yang bersifat penting, yaitu perjanjian yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Perjanjian yang bersifat sederhana, yaitu perjanjian yang dibuat melalui perundingan dan penandatanganan. Berdasarkan Fungsinya Perjanjian yang membentuk Hukum, yaitu perjanjian yang meletakkan ketentuan hukum bagi masyarakat internasional secara kesuluruhan yang bersifat multilateral dan biasanya terbuka bagi pihak ketiga. Perjanjian yang bersifat khusus, yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang mengadakan perjanjian saja. Jenis-Jenis Perjanjian Internasional Secara umum, perjanjian internasional dikelompokan menjadi 2 jenis perjanjian internasional yaitu Perjanjian Bilateral Perjanjian Bilateral adalah kerjasama yang menyangkut kepentingan hubungan atar dua negara saja. Biasanya perjanjian hubungan ini bersifat tertutup, artinya tidak di sebarluaskan secara internasional. Contoh kerjasama bilateral Indonesia seperti perjanjian antara pemerintahan RI dengan RRC pada tahun 1955 tentang penyelesaian Dwi Kewarganegaraan. Perjanjian Multilateral Perjanjian multilateral adalah kerjasama lebih dari dua negara, hubungan internasional seperti ini biasanya bersifat terbuka. Perjanjian ini bisa jadi tidak hanya mengatur kepentingan negara yang terlibat, tapi juga kepentingan negara lain yang bukan peserta perjanjian. Contoh kerjasama multilateral negara Indonesia adalah Konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan Diplomatik. Tahapan Perjanjian Internasional Adapun tahap atau proses pembuatan atau pembentukan perjanjian internasional diantaranya yaitu a. Perundingan negotiation Perundingan atau negosiasi merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Dalam melakukan perundingan tiap negara bisa mengirimkan perwakilannya dengan menunjukkan surat kuasa penuh. Jika sudah ada kesepakatan bersama mengenai perjanjian ini maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. b. Penandatanganan Signature Setelah dilakukan perundingan akan ada proses penandatanganan. Biasanya proses ini dilakukan oleh menteri luar negeri atau kepala pemerintahan. Dalam perjanjian multilateral maka hasil kesepakatan dianggap sah jika suara sudah mencapai 2/3 suara peserta yang hadir untuk memberikan suara. Walaupun begitu, perjanjian belum bisa diterapkan jika belum melalui tahap pengesahan ratifikasi oleh tiap negara. c. Pengesahan Ratification Setelah perundingan dan penandatanganan, selanjutnya dilakukan pengesahan atau ratifikasi agar perjanjian tersebut berlaku. Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat jika telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Ratifikasi perjanjian internasional dikelompokkan menjadi 3, yaitu Pengesahan oleh Badan Eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh pemerintahan raja absolut atau otoriter. Pengesahan oleh Badan Legislatif. Namun, sistem ini jarang digunakan. Pengesahan Campuran oleh Badan Eksekutif dan Legislatif DPR dan Pemenrintahan. Sistem ini merupakan yang paling banyak digunakan karena badan eksekutif dan legislatif sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu perjanjian. Pembatalan dan Berakhirnya Perjanjian Internasional Hal yang dapat menyebabkan pembatalan atau dibatalkannya suatu perjanjian internasinal diantaranya yaitu Terjadinya pelanggaran. Adanya kecurangan Ada pihak yang dirugikan. Adanya ancaman dari sebelah pihak Sedangkan suatu perjanjian internasional akan berakhir jika terjadi beberapa hal berikut Punahnya salah satu pihak. Masa perjanjian telah habis. Salah satu pihak ingin mengakhiri dan disetujui oleh pihak kedua. Adanya pihak yang dirugikan pihak yang lain. Tujuan perjanjian telah tercapai. Syarat pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian sudah dipenuhi. Demikian artikel yang diberikan tentang Pengertian, Fungsi, Istilah, Penggolongan, Jenis dan Tahapan Perjanjian Internasional Terlengkap semoga informasi yang diberikan bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan anda. 0% found this document useful 0 votes1K views3 pagesOriginal TitlePENGGOLONGAN PERJANJIAN INTERNASIONALCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes1K views3 pagesPenggolongan Perjanjian InternasionalOriginal TitlePENGGOLONGAN PERJANJIAN INTERNASIONALJump to Page You are on page 1of 3Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Perjanjian internasional merupakan suatu persetujuan internasional yang diatur oleh hubungan internasional serta ditandatangani dalam bentuk tertulis. Perjanjian internasional dapat melahirkan akibat-akibat hukum tertentu bagi pihak-pihak yang terkait. Perjanjian internasional dapat melibatkan antar individu, kelompok, organisasi, atau negara. Perjanjian internasional dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria. Klasifikasi tersebut dapat berdasarkan sumber dan jumlah peserta, struktur, dan objek, cara berlakunya, serta instrumen perjanjian internasional. a. Menurut sumber dan jumlah peserta Menurut sumbernya, perjanjian internasional sendiri dapat dibagi menjadi beberapa macam antara lain. 1 Perjanjian antar negara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan suatu objek hukum internasional. 2 Perjanjian antara negara dengan subjek internasional lainnya, dan 3 Perjanjian antar subjek hukum internasional selain negara Perjanjian internasional menurut jumlah pihak yang mengadakan perjanjian, terdiri dari perjanjian bilateral dan multirateral. 1 Perjanjian bilateral, artinya perjanjian antara dua negara. 2 Perjanjian multirateral, artinya perjanjian yang melibatkan banyak negara. b. Menurut isinya Menurut isinya, perjanjian internasional dapat dibagi menjadi beberapa macam, antara lain 1 Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian. Misalnya, NATO, ANZUS, dan SEATO. 2 Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan keuangan. Misalnya APEC, CGI, IMF, IBRD dan sebagainya. 3 Segi hukum, seperti status kewarganegaraan Indonesia-China 4 Segi batas teritorial, seperti laut teritorial, batas alam daratan, dan sebagainya. 5 Segi kesehatan, seperti masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit, dan sebagainya. c. Menurut sifat pelaksanaannya Menurut sifat pelaksanaannya, perjanjian internasional dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu 1 Perjanjian yang menentukan dispositive treaties, yaitu perjanjian yang maksud dan tujuannya dianggap sudah tercapai sesuai isi perjanjian itu. 2 Perjanjian yang dilaksanakan executory treaties, yaitu perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekali, melainkan dilanjutkan secara terus menerus selama jangka waktu perjanjian berlaku. d. Menurut fungsinya Menurut fungsinya perjanjian internasional dibagi menjadi 2 macam. 1 Law making treaties perjanjian yang membentuk hukum, yaitu suatu perjanjian yang meletakan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secaa keseluruhan multirateral. Perjanjian ini bersifat terbuka bagi pihak ketiga. Contohnya, Konvensi Wina 1958 tentang hubungan diplomatik. 2 Treaty contract perjanjian yang bersifat khusus, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban bagi negara yang mengadakan perjanjian saja perjanjian bilateral. Contohnya, perjanjian Dwi Kewarganegaraan Ri – China tahun 1995. e. Menurut proses pembentuknya Menurut proses pembentukannya, perjanjian internasional dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu 1 Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi, serta Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan.

penggolongan perjanjian internasional menurut fungsinya